Naskah kuno sebagai sumber pendukung kajian bahasa dan sastra

Oleh
Reza saeful ranchman

Jika kita perhatikan, kedudukan antara naskah kuno dan ilmu-ilmu pengetahuan sangatlah erat, bahkan ada semacam hubungan timbal balik dan saling membutuhkan. Tak hanya untuk kajian bahasa atau sastra, naskah kuno dapat dipergunakan untuk kajian sejarah, budaya, filsafat, atau pengobatan. Untuk itu, sudah sepatutnya kita turut serta dalam penggalian khazanah-khazanah dalam naskah kuno, khususnya dalam bidang bahasa dan sastra.
Mengkaji naskah kuno nusantara sama halnya dengan menggali khazanah budaya bangsa Indonesia. Sudah sejak lama, naskah kuno dikaji untuk kemudian dimanfaatkan dalam beberapa kajian bahasa dan sastra. Misalnya seorang J.L.A Brandes, seorang pejabat belanda menggunakan naskah kuno sebagai kajian komparasi bahasanya atau seorang Pigeaud seorang belanda yang teramat ahli untuk kajian sastra dan bahasa jawa kuno. Mereka adalah dua sosok dari banyaknya ahli bahasa dan sastra yang menjadikan naskah kuno sebagai sumber kajiannya. Disamping itu masih banyak ahli-ahli lain yang sangat menaruh minat pada naskah kuno sebagai sumber kajiannya seperi Zoetmulder, A.Teew, J.J noorduyn, C.M Pleyte.
Kajian filologis terhadap naskah-naskah kuno nusantara sudah berlangsung hampir dua abad, namun masih sedikit hal yang bisa dikuak. Misalnya dalam studi tentang bahasa atau sastra kuno belum ada semacam penelitian yang menjelaskan tentang bagaimana praktik stilistik yang spesifik yang digunakan dalam naskah kuno suatu periode, kanon estetik karya sastra lama, atau bagimana memanfaatkan kajian naskah untuk semaksimal mungkin dimanfaatkan untuk kajian bahasa atau sastra.
Mempelajari hal-hal kebahasaan dalam naskah kuno adalah sebuah tantangan tersendiri bagi para ahli linguistik. Mau tidak mau, mereka dihadapkan pada sebuah teks yang mungkin sebagian kosakata bahasanya telah mati. Dalam hal ini, kajian linguistik dapat kita sebut sebagai salah satu kunci untuk mengungkap kompleksnya hal kebahasaan pada naskah kuno, untuk selanjutnya memanfaatkan semaksimal mungkin untuk kajian bahasa.
Untuk kajian linguistik, misalnya untuk kajian linguistik diakronik, ahli linguistik memerlukan teks-teks lama untuk menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa tulis yang pada umumnya telah berbeda dengan bahasa yang dipergunakan pada masa sekarang. Banyak kosakata yang berasal dari bahasa lama—dalam teks-teks lama—yang secara morfologis atau semantis bentuk dan maknanya sudah sangat berbeda berbeda dengan masa kini. Misalnya kata mungkir yang tak lain diserap dari bahasa arab yakni munkir berubah menjadi pungkir, atau kata cinta dalam teks-teks lama berarti sedih atau susah.
Selain itu kajian linguistik diperlukan pula untuk mengetahui tentang ada tidaknya tingkatan bahasa yang mengikat suatu masyarakat pada sebuah zaman, ragam bahasa, atau alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat pemakai bahasa pada zamannya. Hal tersebut sangat berguna untuk mengetahui keadaan sosiobudaya yang terkandung dalam naskah yang secara tidak langsung merupakan representasi dari kehidupan masyarakat tempat naskah dihasilkan.
Hasil kajian linguistik di atas kelak juga akan dipergunakan oleh para ahli lain seperti ahli filologi yang menjadikan hasil kajian tersebut sebagai pedoman ketika mentranskripsi naskah dan dalam penentuan usia naskah. Misalnya seorang Poerbatjaraka menyebut naskah Barahmandapurana yang tak menyebut tahun penulisan sezaman dengan naskah sanghyang kamahayanikan atas dasar struktur dan gaya bahasanya.
Selain hal kebahasaan, naskah kuno pun menyimpan beberapa khazanah teks sastrawi, yakni cerita-cerita rekaan. Cerita rekaan tersebut ada yang berupa cerita jenaka, cerita berbingkai, cerita panji, cerita wayang, atau cerita tokoh-tokoh islam. Untuk itu diperlukan metode pendekatan sastra untuk menangani teks-teks seperti ini.
Suatu karya sastra dibangun unsur-unsur intrinsik antara lain tokoh, alur, latar, perwatakan, dll. Sama halnya seperti sastra modern, sastra kuno atau klasik pun memiliki unsur-unsur tersebut dalam kandungan teksnya. Mempelajari struktur karya sastra lama dalam naskah kuno kita dapat mengetahui siapa tokoh yang paling menonjol dari cerita tersebut, bagaimana latar atau setting yang dominan pada masa itu, lalu hal apa yang merupakan tema inti dari cerita tersebut. Ini tak lain adalah usaha untuk mengetahui kanon estetik serta gaya bahasa yang terdapat pada kurun waktu naskah tersebut ditulis.
Sebenarnya jika kaji secara mendalam, ada pendekatan selain intrinsik yakni ekstrinsik yang dapat kita terapkan untuk mengungkap esensi dari naskah tersebut seutuhnya. Misalnya kondisi sosiologis pada naskah kuno bisa dipergunakan untuk menentukan bagaimana kondisi sosiologis sebuah kelompok masyarakat asal naskah sastra itu berasal. Selain itu, kajian sastra pada naskah kuno, dapat dimanfaatkan pula sebagai tonggak sejarah sastra.
Masih banyak hal-hal tentang bahasa dan sastra yang terdapat pada naskah kuno yang dapat kita selami lebih lanjut. Peran ahli bahasa dan ilmu sastra amat dibutuhkan dalam usaha ini. Bukan tidak mungkin jika naskah kuno terus dikaji dan dimanfaatkan semaksimal mungkin, kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan sastra akan lebih meningkat. Selain itu, masyarakat akan lebih paham mengenai fungsi naskah tersebut, sehingga kegiatan perdagangan naskan kuno kepada pihak asing dapat ditekan secara signifikan.