Seren taun dan nilai-nilai didalamnya

oleh
Reza Saeful Rachman

Bulan desember tahun ini bertepatan dengan bulan rayagung menurut sistem penanggalan sunda. Pada bulan ini, masyarakat cigugur kabupaten kuningan sedang sibuk-sibuknya melakukan persiapan untuk upacara seren taun. Seren taun merupakan sebuah upacara tradisi turun temurun yang diadakan masyarakat cigugur sebagai tanda penghormatan dan rasa syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberi limpahan rahmat kepada masyarakat cigugur. Tidak hanya masyarakat cigugur atau kuningan saja yang menantikan upacara ini. Masyarakat dari luar kuningan, bahkan manca negara pun amat menantikan prosesi upacara yang merupakan tradisi masyarakat agaris ini.

Upacara seren taun yang diselenggarakan tiap tanggal 22 Rayagung. Bulan rayagung merupakan bulan terakhir pada sistem penanggalan Sunda. Seperti tahun-tahun sebelumnya, upacara seren taun tahun ini pun dipusatkan di pendopo Paseban Tri Panca Tunggal, kediaman Pangeran Djatikusumah yang didirikan tahun 1840 yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya. Dalam pelaksanaannya tahun ini, upacara seren taun tahun ini mengambil tema tentang hari ibu atau wanita. Karena pelaksanaan seren taun kali (21/12) ini tidak terlalu jauh dengan hari ibu (22/12).

Untuk tahun ini, prosesi seren taun diawali dengan ritus damar sewu. Yaitu ritual menyalakan seribu obor yang dapat diartikan sebagai penerangan bagi hati manusia untuk lebih mensyukuri rahmat karunia dari tuhan yang maha esa. Ritual damar sewu diadakan 5 hari sebelum acara puncak yaitu pada tanggal 22 rayagung. Ritual ini diadakan disekitar paseban tri panca tunggal. Sementara pada keesokan harinya, di sekitar situ hiang diadakan pesta dadung yang melibatkan anak-anak gembala dan para petani. Acara ini berupa acara membuang hama ke dalam situ hiang dan menabuh seribu kentungan secara berduyun-duyun seraya kembali menuju paseban. Setelah itu dilanjutkan ke ritual menjemput padi. Kebiasaan menjemput padi dilaksanakan empat hari sebelum upacara puncak berlangsung atau digelar pada tanggal 18 Rayagung yang memiliki makna menyambut cinta kasih atas kemurahan Tuhan. Setelah itu dilanjutkan ke kegiatan pameran Dokumentasi Seni dan Komoditi Adat Jabar, Penanaman Pohon, Panahan Tradisional, Nyiblung (Musik Air), Tarawangsa, Helaran atau Pawai Masyarakat Adat Nusantara, Dialog Masyarakat Adat, Kidung Spiritual Antar Iman, dan Doa Antar Iman.

Ada beberapa hal yang unik dalam rangkaian acara seren taun kali ini. Selain hal-hal yang bersifat tradisional dalam seren taun kali disertakan pula diskusi-diskusi dan workshop-workshop. Antara lain workshop tentang nyiblung(musik air), Workshop Makanan Tradisional ”Diversifikasi Pangan” Disaat Krisis, serta diskusi dan sosialisasi tentang menjaga daerah resapan air. Acara-acara tersebut sangat tepat diadakan mengingat bahwa mayoritas masyarakat cigugur adalah petani atau masyarakat agraris.

Puncak dari upacara seren taun adalah pada 22 Rayagung, yang kali ini bertepatan dengan tanggal 21 desember 2008. Puncak acara seren taun biasanya dibuka sejak pukul 08.00, diawali prosesi Ngajayak, lalu diteruskan dengan tiga pergelaran kolosal, yakni tari buyung, angklung baduy, dan angklung buncis-dimainkan berbagai pemeluk agama dan kepercayaan yang hidup di Cigugur.

Rangkaian acara bermakna syukur kepada Tuhan itu dikukuhkan pula melalui pembacaan doa yang disampaikan secara bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang ada di Indonesia. Selanjutnya, dilaksanakan kegiatan akhir dari Ngajayak, yaitu penyerahan padi hasil panen dari para tokoh kepada masyarakat untuk kemudian ditumbuk bersama-sama, di Kompleks Taman Sari Paseban di sebelah utara Gedung Paseban. Ribuan orang yang hadir pun akhirnya terlibat dalam kegiatan ini, tidak hanya masyarakat adat terdapat pula birokrat, rohaniwan, wisatawan, bahkan wartawan. Sementara itu, puluhan orang lainnya berebut gabah dari kedai bertajuk Pwah Aci Sanghyang Asri.

Dalam perhitungan tahun Saka, bulan Rayagung merupakan bulan kedua belas atau penghujung tahun. Demikian dengan penetapan perayaan tradisi Seren Taun juga bermakna kehidupan manusia dari tahun ke tahun tidak lain karena keagungan Tuhan pada umatnya. Pada perayaan puncak ini, berbagai hasil bumi dibawa masyarakat Cigugur ke arena upacara Seren Taun. Ini merupakan tanda rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan yang maha esa, meski masyarakat di Cigugur dan sekitarnya beragama Islam, Kristen, Budha, Hindu, dll. Selain masyarakat adat cigugur, dalam perayaan upacara ini pun hadir masyarakat dari luar cigugur sepeti masyarakat Dayak karimun, yakni suku dayak yang terdapat di daerah indramayu, masyarakat adat ranca kalong, sumedang yang mendukung perayaan ini lewat kesenian tarawangsa, masyarakat adat kanekes (baduy), serta masyarakat-masyarakat lainnya.

Selain rentetan acara yang berupa ritual dan diskusi, dalam upacara seren taun terdapat beberapa pagelaran seni seperti degung, rampak sekar, gondang, reog, tarawangsa, tari buyung, angklung kanekes, angklung buncis, nyiblung, serta pergelaran wayang golek.

Upacara seren taun jika kita cermati secara mendalam mengandung nilai-nilai positif untuk manusia dan kebudayaannya. Nilai disini antara lain nilai kebersamaan, nilai kesatuan, gotong royong, religiousitas, nilai pelestarian budaya.

Nilai kebersamaan tercermin dalam berkumpulnya masyarakat adat cigugur yang terdiri dari berbagai macam agama untuk bersatu mengadakan upacara seren taun sebagai simbol syukur terhadap tuhan yang maha esa. Nilai gotong royong terlihat pada saat masyarakat cigugur saling membantu dan bahu membahu dalam menyiapkan sajian-sajian yang akan dibutuhkan untuk seren taun agar upacara tersebut dapat terlaksana dengan baik.

Nilai kesatuan tercermin bahwa dalam upacara seren taun pendukung upacara ini tidak hanya satu lingkungan masyarakat saja (cigugur). Dalam perayaan upacara ini hadir pula masyarakat adat dari daerah lain seperti suku dayak karimun dari indramayu, masyarakat adat ranca kalong dari sumedang, serta masyarakat lain yang datang dari pelosok tanah air serta manca negara yang bercampur baur dalam prosesi upacara seren taun ini. Dengan kata lain, upacara seren taun pun mengambil andil dalam langkah memperkuat persatuan dan kesatuan berbagai adat dan daerah yang ada di jawa barat pada khusunya dan Indonesia pada umumnya.

Nilai religiousitas tercermin dalam doa bersama yang dilakukan masyarakat cigugur yang terdiri dari berbagai pemeluk ajaran agama. Mereka berdoa bersama sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang maha esan karena telah memberikan rahmat dan karunia kepada masyarakat cigugur dalam kegiatan sehari-hari mereka yaitu bertani (agraris).

Nilai yang saya anggap paling penting dalam seren taun ini adalah nilai pelestarian budaya. Seren taun secara tidak langsung turut pula mengambil andil dalam proses pemeliharaan eksisitensi sebuah produk kebudayaan. Paling tidak seren taun sedikit gak memperpanjang eksistensi sebuah produk budaya dari ambang kepunahan. Sebagai contoh kesenian ronggeng gunung dan karinding(seren taun 2007), tari buyung, gondang, reog, tarawangsa, dan nyiblung(seren taun 2008) yang kini nasibnya kian hari kian mengkhawatirkan.

Semoga dengan diadakannya upacara seren taun di cigugur, kuningan kita semakin menyadari bahwa kebudayaan asli kita (sunda) lebih berharga daripada budaya-budaya baru. Karena pada akhirnya apabila kita telah kuat dalam budaya asli kita, maka nasib kebudayaan sunda dan produk budaya didalamnya akan tetap terjaga eksistensinya samapi kapanpun.