Raja Polemik Saut Situmorang

Polemik seperti sebuah permainan yang penuh dengan keriuhan yang melelahkan. Jika itu polemik yang bermutu maka penonton bisa pulang setelah permainan usai dengan hati berisi. Tapi tidak sedikit juga polemik yang hanya membawa keletihan seperti penonton bola yang kesebelasan kesayangannya kalah bertanding.
Bahan bakar polemik adalah kepentingan. Jangan bilang ranah politik atau hukum yang kaya akan bahan bahan yang rentan dijadikan polemik. Dalam bidang yang seharusnya bisa lebih sepi juga bisa muncul polemik. Kita semua tahu polemik yang diciptakan oleh Roy Suryo di bidang TI atau Kangen Band di bidang musik.
Polemik yang berbobot melibatkan orang orang yang mengerti duduk persoalan dan tidak kehilangan jejak atas arus diskusi yang kerap kali bertensi tinggi, hingar bingar dan bahkan juga chaos. Sebaik baiknya polemik adalah yang tetap menjaga kesantunan bahasa. Penggunaan bahasa yang kasar membuat penonton tidak enjoy dan bahkan dengan mudah mengubah penonton menjadi pemain. Kalau penonton sudah menjadi pemain maka dijamin polemik akan menjadi chaos.
Bagaimana mereka berpolemik? Untuk masa kini media internet adalah media yang paling kondusif mengakomodasi polemik. Kerap kali sebuah polemik bermula dari sebuah diskusi di mailing-list atau web-forum. Teknik propaganda yang paling sering dipakai adalah cross-posting antar milis. Cross-posting ini sangat berpotensi membuat polemik melebar dan mengubah penonton menjadi pemain cross-posting tidak akan bisa memindahkan semua informasi tentang duduk persoalan.
Menarik mengamati kejiwaan para pencipta polemik ini. Mereka biasanya menyerang membabi buta seperti pendekar mabuk. Untuk lebih membumi saya akan ambil contoh kasus sebuah polemik yang membuat langit sastra Indonesia menjadi kelam.
Perkenalkan seorang penyair bernama Saut Situmorang yang telah memperlihatkan perilaku seorang agen polemik yang handal. Saya ingin bandingkan Saut dengan Roy Suryo, juga seorang yang punya reputasi dibidang polemik.
Kedua duanya memiliki ulah yang kontroversial. Roy pernah membuat statement bahwa Blog itu hanya trend sesaat dan tidak bisa dijadikan bahan rujukan jurnalisme yang valid. Statement ini membuat komunitas Blogger Indonesia meradang dan polemik pun tak terhindarkan.
Saut dengan demonstratif menyerang Komunitas Utan Kayu (KUK) dengan menuduh KUK sebagai “kekuasaan” yang “menindas”, “meniadakan” dan “menekan” komunitas lain sastra Indonesia dan menuntut agar TUK dibubarkan dan menyerukan agar Goenawan Mohammad dedengkot TUK dan penyair senior itu agar dipenjarakan. Walaupun kubu TUK sendiri tidak terlalu menghiraukan ulah Saut ini namun serangan ini sudah memicu polemik berkepanjangan yang tidak elok.
Roy dan Saut tidak pernah menampilkan suatu penjelasan yang tuntas atas pernyataannya. Inilah profil agen polemik terbaik negeri ini. Kedua duanya Roy dan Saut senang berkontroversi. Seperti ada sesuatu yang mereka tuntut dari kontroversi mereka. Sesuatu yang menjadi obsesi.
Sony Suryo kakak kandung Roy Suryo pernah memberi kesaksian bahwa Roy Suryo suka sekali mencari popularitas. Sedangkan Saut kalau dilihat dari karya karyanya sangat berani menggunakan bahasa yang vulgar yang tentunya akan dengan mudah menarik perhatian.
Berikut adalah salah satu contoh puisi Saut yang menggambarkan Tuhan. Judulnya “Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKu“
ada jembut nyangkutdi sela gigiMu!seruKusambil menjauhkan mulutKudari mulutMuyang ingin mencium itu.
sehelai jembutbangkit dari sela kata kata puisitersesat dalam mimpitercampak dalam igauan birahi semalamandan menyapa lembutdari mulutantara langit langit dan gusi merah mudaMuyang selalu tersenyum padaKu.
Aku mencintaiMu dengan seluruh jembutKutapi bersihkan dulu gigiMusebelum Kau menciumKu!
Sampai sampai oleh kalangan penyair Saut dijuluki “Penyair Jembut”.
Tidak hanya itu, selain aksi aksi yang mengundang kontroversi juga mereka ini sudah seperti kehilangan sensibilitas sosial boleh dikatakan. Roy pernah memberikan kesaksian atas keaslian foto-foto telanjang artis Sukma Ayu yang membuat keluarganya sangat terpukul. Dia tidak perduli perasaan orang yang penting bisa tampil ke publik.
Sautpun demikian pernah membuat sajak yang isinya membuat tersinggung umat Hindu Bali. Saya tidak akan memuat sajak itu disini karena tidak ingin menambah sakit hati teman teman Hindu Bali. Yang jelas sajak itu menuai kritik, kecaman dan keberatan dari berbagai golongan terutama umat Hindu Bali.
Satu lagi ciri yang sama diantara mereka. Sama sama sensitif dan cepat marah. Roy pernah mengira seseorang yang berusaha memfitnah dia dengan menggunakan email palsu melakukan posting propaganda ke milis milis. Sedangkan Saut juga sama, begitu ada email postingan yang menyudutkan dia dengan nama yang belum dikenal kontan dia menuduh itu ulah dari seorang lawannya yang berusaha mendiskreditkan dirinya. Padahal belum tentu benar dan juga belum tentu salah tapi keyakinan mereka sudah pasti.
Tapi kalau mau dibandingkan dengan bahasa yang mereka gunakan saya rasa Roy masih belum separah Saut yang berani menabrakan dirinya dengan siapa saja termasuk institusi keagamaan yang sangat dihormati dan berpengaruh di negeri ini.
Semoga Saut menjadi raja polemik seumur hidup dalam artian tidak ada lagi yang lebih gila dari Saut dalam berpolemik. Pertandingan bola saja yang hanya 2 kali 45 menit bisa sangat melelahkan apalagi polemik bertahun tahun yang akhirnya kalah semua.
Ada yang mau mengkudeta Saut…?