Bengberokan: kesenian, penolak bala, dan pengobatan
oleh: Reza Saeful Rachman
Bengberokan merupakan kesenian tatar sunda yang mirip barongsay dari kebudayaan cina atau bangbarongan dari kebudayaan sunda. Bengberokan merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari provinsi jawa barat. Kesenian ini terdapat di daerah Jati Tengah, Jati Tujuh dan Beber, Jatiwangi, Kabupaten Cirebon, kabupaten indramayu, dan di Kabupaten Karawang. Jenis kesenian ini masih erat hubungannya dengan adat serta kepercayaan masyarakat setempat. kesenian bengberokan ini selain memiliki nilai hiburan juga dianggap dapat menyembuhkan anak-anak yang sakit karena gangguan roh jahat. Bila dilihat dari wujudnya, kesenian ini hampir mirip dengan bangbarongan atau benjang helaran di ujung berung, kota bandung sebelah timur.
Menurut pendapat yang berkembang di kalangan para senimannya, bengberokan merupakan sebuah kesenian tradisional rakyat warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina. Beliau adalah seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa bengberokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana. Bengberokan beliau buat ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh. Beliau mengikuti jejak para wali, yaitu menggunakan pertunjukan atau kesenian sebagai media untuk menyebarkan syiar agama islam. Langkah ini ditujukan agar ajaran islam dapat mudah diterima lingkungan budaya masyarakat pada saat itu.
Asal kata bengberokan tidak jelas asal-usulnya. ada pendapat yang menyatakan bahwa bengberokan berasal dari kata barokah yang berarti berkah. Ada pula pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" yang berarti keselamatan. Namun pendapat-pendapat tersebut hanya dianggap pendapat kirata yang berkembang di sekitar masyarakat (kirata artinya dikira-kira namun tampak nyata) yaitu sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat atau penamaan sebuah daerah. akan tetapi, yang jelas wujud bengberokan tersebut, seperti juga bangbarongan adalah gambaran wujud mahluk dari dunia gaib. Ini dilukiskan dengan kedok yang dibuat dari kayu. Bentuknya mirip buaya atau ular, wajahnya berwarna merah dengan mata besar menyala. Mulutnya dapat dibuka dan ditutup sehingga mengeluarkan bunyi plak-plok. Tangan kanan si pemain memainkan kepala bengberokan, sedang tangan kiri menggerakkan ekor bengberokan tersebut. Pada mulut pemain tersebut terpasang suatu alat sebagai media suaranya yaitu semacam klep yang ditiup. Ketika bengberokan tersebut bersuara, suaranya meniru suara ular dengan meniup alat tiup yang menghasilkan suara mendecit. Bentuk bengberokan dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, naga,dll. Hal ini menunjukkan adanya adaptasi budaya dalam kesenian tersebut.
Tubuh bengberokan, seperti juga bangbarongan dibuat dari karung goni sehingga dapat menutupi seluruh tubuh pemain dan memberikan kesan tubuh yang besar. Tubuh dari karung ini kemudian disambung dengan kayu yang dibuat mirip dengan ekor berwarna belang-belang merah putih yang dibentuk lancip. Jika dilihat sepintas, ekor runcing ini mirip ekor ikan cucut. Bengberokan biasanya dimainkan secara bergantian.
pertunjukannya dimulai dengan upacara atau ritual yang dilaksanakan di suatu tempat yang telah dipersiapkan. lengkap dengan sesajen, kemenyan, pedupaan, tumpeng dan padi dua geugeus (ikat). Tumpeng dan padi hanya diperuntukkan bagi para penggarap pemain bengberokan sebagai upah. Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, sebuah upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu. Setelah itu dilakukan tetalu dan kidung yang dilantunkan dalam bahasa Indramayu atau Cirebon, dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Tetabuhan tetalu dan kidung ini sengaja dipersiapkan agar anak-anak kampung tertarik dan ingin menyaksikan jalannya upacara karena selain sebagai penonton mereka juga merupakan bagian dari pertunjukan itu sekaligus sebagai pemeran. Lagu pembukaan disusul dengan lagu Doblang (nama lagu yang meniru suara kendang dan terbang) yang disambung dengan lagu Kidung, Lagu ini merupakan penghormatan terhadap para leluhur si anak yang akan diobati. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap. Pada umumnya para pemain bengberokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.
Ada hal yang sangat unik dalam kesenian ini. Yaitu Apabila seorang anak tertangkap oleh si bengberokan, maka orang tuanya harus menebus anaknya dengan uang. Jika orang tuanya tidak bisa menebus, maka marabahaya akan menimpa anak yang tertangkap itu. Makin banyak anak yang tertangkap, pertunjukan pun semakin meriah. Lucunya, anak-anak sengaja ingin ditangkap, ia ingin mencoba kekuatan pemain bengberokan dalam kejar-mengejar. Bagi orang tua si anak, hal tersebut tidak merugikan. Sebaliknya, uang penebus merupakan dana sosial atau sumbangan bagi para pemain bengberokan, karena si pemain hanya mendapat uang lelah dari yang mengundang dan yang menyuruhnya berupa dua ikat padi.
Setelah si bengberokan lelah, dia masuk kamar anak yang sakit. Di sana telah disediakan sesajen lengkap dengan peralatan lainnya. Pada saat itulah si penderita diobati. Dalam mengobati anak tersebut, si pemain bengberokan berdoa dan memijat-mijat seluruh badan anak yang sakit. Pijatannya sangat unik karena ia memijat dengan gigitan mulutnya dari kayu tadi dengan bunyi yang ditimbulkan dari dua bilah kayu (bibir atas dan bawah bengberokan) yang beradu. Konon selang beberapa hari anak terebut sembuh dari sakitnya. Selain itu dipercaya pula bahwa pengobatan tersebut menggunakan hal-hal yang bersifat gaib.
Ada beberapa makna yang terdapat dalam kesenian ini antara lain:
-Makna mitis yaitu sebagai media penolak bala yang menjadi awal mula fungsi Berokan. Dengan mempertunjukan Berokan, dipercayai bahwa bala telah ditolak, dan dipercayai akan mendatangkan kebahagiaan.
- Makna sinkretis karena Berokan digunakan sebagai media dakwah pada masa awal penyebaran syiar Islam di wilayah Cirebon.
-Makna teatrikal karena Berokan beraksi menari, mengejar, dan memainkan kepalanya serta berbaur dengan spontanitas penonton yang merasa takut bercampur gembira
Akan tetapi Seiring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi, kesenian ini semakin tersisih. Tersisihkan oleh kesenian dan hal-hal yang dianggap lebih modern. Bila dipikirkan lebih mendalam Sungguhlah ironis melihat fenomena seperti ini. Sebuah aset budaya lokal terasing di daerah asalnya sendiri. Tanpa disadari penghilangan perlahan-lahan sebuah kearifan lokal sedang terjadi.
Nampaknya amat disayangkan sebuah kesenian tradisional rakyat luput dari pemerintah dalam kelangsungannya. Pemerintah kurang memperhatikan kelangsungan aset budaya nya sendiri. Oleh karena itu saat ini peran birokrat saat ini dan seterusnya amat sangat di butuhkan dalam usaha revitalisasi danpelestarian kesenian ini. Harus segera dihasilkan pemikiran-pemikiran brilian dan kebijakan-kebijakan dalam usaha untuk melestarikan serta harus pula dipikirkan bagaimana cara mengatur dan menjadikan kesenian bengberokan sebagai kesenian yang layak ditampilkan dan akhirnya membantu taraf ekonomi si pelaku kesenian.
Peran masyarakat juga amat dibutuhkan dalam uasaha pelestarian kesenian ini. Masyarakat dapat juga disebut sebagai aktor terpenting dalam usaha revitalisasi kesenian ini. Karena masyarakatlah yang langsung bersinggungan dengan kesenian ini. Masyarakat menjadi saksi mata saat kesenian ini berkembang dan mulai terpinggirkan. Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat mulai menata dan meminati kembali kesenian ini. pelestarian tentang kesenian ini harus dilakukan. Mengapa seperti itu? Karena kita harus berpikir bahwa kesenian ini adalah sebuah aset budaya yang harus di lestarikan dan merupakan hutang yang harus kita bayar atau wariskan kepada anak cucu kita kelak. Jangan sampai terjadi pemutusan rantai kebudayaan lokal dari para leluhur kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita hanya mengetahui sebuah kesenian hanya keterangannya saja, tanpa tahu wujud aslinya karena kesenian itu sudah hilang. Akan sangat aneh danmengherankan bila kesenian bengberokan menghilang di daerah asalnya. Oleh karena itu peran masyarakat amat di butuhkan. Demi kelangsungan akar budaya sunda pada umumnya dan bengberokan pada khususnya.
Sampai saat ini Salah satu kelompok Bengberokan yang dewasa ini masih tetap berdaya, adalah kelompok Berokan yang dipimpin oleh Mama Taham dari desa Sliyeg Kecamatan Tambi Kabupaten Indramayu.
Bengberokan merupakan kesenian tatar sunda yang mirip barongsay dari kebudayaan cina atau bangbarongan dari kebudayaan sunda. Bengberokan merupakan salah satu kesenian tradisional yang berasal dari provinsi jawa barat. Kesenian ini terdapat di daerah Jati Tengah, Jati Tujuh dan Beber, Jatiwangi, Kabupaten Cirebon, kabupaten indramayu, dan di Kabupaten Karawang. Jenis kesenian ini masih erat hubungannya dengan adat serta kepercayaan masyarakat setempat. kesenian bengberokan ini selain memiliki nilai hiburan juga dianggap dapat menyembuhkan anak-anak yang sakit karena gangguan roh jahat. Bila dilihat dari wujudnya, kesenian ini hampir mirip dengan bangbarongan atau benjang helaran di ujung berung, kota bandung sebelah timur.
Menurut pendapat yang berkembang di kalangan para senimannya, bengberokan merupakan sebuah kesenian tradisional rakyat warisan Pangeran Korowelang atau Pangeran Mina. Beliau adalah seorang penguasa laut Jawa di wilayah Cirebon dan Indramayu. Namun ada juga pendapat lain yang menyatakan bahwa bengberokan merupakan kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana. Bengberokan beliau buat ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh. Beliau mengikuti jejak para wali, yaitu menggunakan pertunjukan atau kesenian sebagai media untuk menyebarkan syiar agama islam. Langkah ini ditujukan agar ajaran islam dapat mudah diterima lingkungan budaya masyarakat pada saat itu.
Asal kata bengberokan tidak jelas asal-usulnya. ada pendapat yang menyatakan bahwa bengberokan berasal dari kata barokah yang berarti berkah. Ada pula pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata "barokahan" yang berarti keselamatan. Namun pendapat-pendapat tersebut hanya dianggap pendapat kirata yang berkembang di sekitar masyarakat (kirata artinya dikira-kira namun tampak nyata) yaitu sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat atau penamaan sebuah daerah. akan tetapi, yang jelas wujud bengberokan tersebut, seperti juga bangbarongan adalah gambaran wujud mahluk dari dunia gaib. Ini dilukiskan dengan kedok yang dibuat dari kayu. Bentuknya mirip buaya atau ular, wajahnya berwarna merah dengan mata besar menyala. Mulutnya dapat dibuka dan ditutup sehingga mengeluarkan bunyi plak-plok. Tangan kanan si pemain memainkan kepala bengberokan, sedang tangan kiri menggerakkan ekor bengberokan tersebut. Pada mulut pemain tersebut terpasang suatu alat sebagai media suaranya yaitu semacam klep yang ditiup. Ketika bengberokan tersebut bersuara, suaranya meniru suara ular dengan meniup alat tiup yang menghasilkan suara mendecit. Bentuk bengberokan dekat dengan bentuk-bentuk mitis totemistik dari binatang seperti buaya, wajah raksasa, naga,dll. Hal ini menunjukkan adanya adaptasi budaya dalam kesenian tersebut.
Tubuh bengberokan, seperti juga bangbarongan dibuat dari karung goni sehingga dapat menutupi seluruh tubuh pemain dan memberikan kesan tubuh yang besar. Tubuh dari karung ini kemudian disambung dengan kayu yang dibuat mirip dengan ekor berwarna belang-belang merah putih yang dibentuk lancip. Jika dilihat sepintas, ekor runcing ini mirip ekor ikan cucut. Bengberokan biasanya dimainkan secara bergantian.
pertunjukannya dimulai dengan upacara atau ritual yang dilaksanakan di suatu tempat yang telah dipersiapkan. lengkap dengan sesajen, kemenyan, pedupaan, tumpeng dan padi dua geugeus (ikat). Tumpeng dan padi hanya diperuntukkan bagi para penggarap pemain bengberokan sebagai upah. Bengberokan dimainkan juga pada upacara Ngunjung Buyut, sebuah upacara untuk menghormati arwah leluhur di pekuburan desa-desa tertentu. Setelah itu dilakukan tetalu dan kidung yang dilantunkan dalam bahasa Indramayu atau Cirebon, dilanjutkan dengan tarian Berokan yang lambat, perlahan-lahan untuk kemudian menjadi naik turun dan bergairah. Pertunjukan Berokan akan lebih menarik lagi, jika dimainkan di atas pecahan kaca (beling) dan menari-nari di atas bara api. Tetabuhan tetalu dan kidung ini sengaja dipersiapkan agar anak-anak kampung tertarik dan ingin menyaksikan jalannya upacara karena selain sebagai penonton mereka juga merupakan bagian dari pertunjukan itu sekaligus sebagai pemeran. Lagu pembukaan disusul dengan lagu Doblang (nama lagu yang meniru suara kendang dan terbang) yang disambung dengan lagu Kidung, Lagu ini merupakan penghormatan terhadap para leluhur si anak yang akan diobati. Apabila pertunjukan Berokan dikaitkan dengan upacara tertentu, biasanya dilakukan Kirab Sawan, yakni upacara penyembuhan atau untuk keselamatan dan keberkahan. Kirab Sawan dilakukan setelah sesajen dan persyaratan lainnya lengkap. Pada umumnya para pemain bengberokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. Efek spontanitas ketakutan penonton (terutama anak-anak) dimanfaatkan oleh pemain Berokan untuk semakin garang dan menghibur.
Musik pengiring Berokan sangatlah sederhana, terdiri dari kendang, terebang, kecrek, dan bende (gong kecil) yang dimainkan oleh enam orang. Musiknya memang terasa monoton, namun demikian dinamika kadangkala muncul dari kendang dan kecrek, bersahutan dengan suara plak-plok dari kepala Berokan yang terbuka dan tertutup.
Ada hal yang sangat unik dalam kesenian ini. Yaitu Apabila seorang anak tertangkap oleh si bengberokan, maka orang tuanya harus menebus anaknya dengan uang. Jika orang tuanya tidak bisa menebus, maka marabahaya akan menimpa anak yang tertangkap itu. Makin banyak anak yang tertangkap, pertunjukan pun semakin meriah. Lucunya, anak-anak sengaja ingin ditangkap, ia ingin mencoba kekuatan pemain bengberokan dalam kejar-mengejar. Bagi orang tua si anak, hal tersebut tidak merugikan. Sebaliknya, uang penebus merupakan dana sosial atau sumbangan bagi para pemain bengberokan, karena si pemain hanya mendapat uang lelah dari yang mengundang dan yang menyuruhnya berupa dua ikat padi.
Setelah si bengberokan lelah, dia masuk kamar anak yang sakit. Di sana telah disediakan sesajen lengkap dengan peralatan lainnya. Pada saat itulah si penderita diobati. Dalam mengobati anak tersebut, si pemain bengberokan berdoa dan memijat-mijat seluruh badan anak yang sakit. Pijatannya sangat unik karena ia memijat dengan gigitan mulutnya dari kayu tadi dengan bunyi yang ditimbulkan dari dua bilah kayu (bibir atas dan bawah bengberokan) yang beradu. Konon selang beberapa hari anak terebut sembuh dari sakitnya. Selain itu dipercaya pula bahwa pengobatan tersebut menggunakan hal-hal yang bersifat gaib.
Ada beberapa makna yang terdapat dalam kesenian ini antara lain:
-Makna mitis yaitu sebagai media penolak bala yang menjadi awal mula fungsi Berokan. Dengan mempertunjukan Berokan, dipercayai bahwa bala telah ditolak, dan dipercayai akan mendatangkan kebahagiaan.
- Makna sinkretis karena Berokan digunakan sebagai media dakwah pada masa awal penyebaran syiar Islam di wilayah Cirebon.
-Makna teatrikal karena Berokan beraksi menari, mengejar, dan memainkan kepalanya serta berbaur dengan spontanitas penonton yang merasa takut bercampur gembira
Akan tetapi Seiring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi, kesenian ini semakin tersisih. Tersisihkan oleh kesenian dan hal-hal yang dianggap lebih modern. Bila dipikirkan lebih mendalam Sungguhlah ironis melihat fenomena seperti ini. Sebuah aset budaya lokal terasing di daerah asalnya sendiri. Tanpa disadari penghilangan perlahan-lahan sebuah kearifan lokal sedang terjadi.
Nampaknya amat disayangkan sebuah kesenian tradisional rakyat luput dari pemerintah dalam kelangsungannya. Pemerintah kurang memperhatikan kelangsungan aset budaya nya sendiri. Oleh karena itu saat ini peran birokrat saat ini dan seterusnya amat sangat di butuhkan dalam usaha revitalisasi danpelestarian kesenian ini. Harus segera dihasilkan pemikiran-pemikiran brilian dan kebijakan-kebijakan dalam usaha untuk melestarikan serta harus pula dipikirkan bagaimana cara mengatur dan menjadikan kesenian bengberokan sebagai kesenian yang layak ditampilkan dan akhirnya membantu taraf ekonomi si pelaku kesenian.
Peran masyarakat juga amat dibutuhkan dalam uasaha pelestarian kesenian ini. Masyarakat dapat juga disebut sebagai aktor terpenting dalam usaha revitalisasi kesenian ini. Karena masyarakatlah yang langsung bersinggungan dengan kesenian ini. Masyarakat menjadi saksi mata saat kesenian ini berkembang dan mulai terpinggirkan. Oleh karena itu sudah saatnya masyarakat mulai menata dan meminati kembali kesenian ini. pelestarian tentang kesenian ini harus dilakukan. Mengapa seperti itu? Karena kita harus berpikir bahwa kesenian ini adalah sebuah aset budaya yang harus di lestarikan dan merupakan hutang yang harus kita bayar atau wariskan kepada anak cucu kita kelak. Jangan sampai terjadi pemutusan rantai kebudayaan lokal dari para leluhur kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita hanya mengetahui sebuah kesenian hanya keterangannya saja, tanpa tahu wujud aslinya karena kesenian itu sudah hilang. Akan sangat aneh danmengherankan bila kesenian bengberokan menghilang di daerah asalnya. Oleh karena itu peran masyarakat amat di butuhkan. Demi kelangsungan akar budaya sunda pada umumnya dan bengberokan pada khususnya.
Sampai saat ini Salah satu kelompok Bengberokan yang dewasa ini masih tetap berdaya, adalah kelompok Berokan yang dipimpin oleh Mama Taham dari desa Sliyeg Kecamatan Tambi Kabupaten Indramayu.