Aksara sunda dan generasi baru sunda

oleh
Reza Saeful Rachman

Bunyi urutan huruf seperti ka ga nga ca ja nya atau ha na ca ra ka dan seterusnya sudah semakin asing terdengar di telinga kita. Bahkan nama-nama atau jenis huruf-huruf seperti pegon, cacarakan, sunda, pra nagari sudah tak terdengar lagi. Semakin lama, kita seolah dibuat untuk lupa terhadap aksara-aksara asli daerah yang merupakan salah satu konten dari kebudayaan lokal. Lantas apakah kita hanya terus menerus menyalahkan arus globalisasi zaman atau modernisme sekelompok masyarakat budaya untuk permasalahan ini? Saya kira sudah bukan saatnya hanya berdiam diri, terus menyalahkan keadaan untuk suatu proses kemunduran budaya.

Yang kita dapat soroti adalah tentang aksara atau huruf tradisional yang kian hari makin dilupakan orang. Selama ini kita seakan terbuai dengan aksara-aksara yang lebih kita anggap mudah tanpa mengingat bahwa kita sebagai masyarakat yang dikenal berbudaya sejak dulu lupa bahwa kita juga memiliki beberapa aksara asli yang sebenarnya masih dapat kita gunakan sampai saat ini. Aksara dalam kamus berarti suatu sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili bunyi ujaran. Akan tetapi tidak hanya itu, kini aksara pun dapat kita sebut sebagai ciri atau identitas suatu kelompok masyarakat budaya. Mengapa begitu? Sebuah proses interaksi budaya dapat berjalan dengan lancar apabila ada sebuah media interaksi sebagai penghantar dalam proses komunikasi sekelompok masyarakat. Selain ujaran dan bunyi bahasa, aksara pun berpengaruh amat besar dalam suatu proses komunikasi yang bersifat nonverbal. Tanpa kita sadari, aksara amat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan. Dimulai sejak dulu yang diawali aksara-aksara yang bersifat kuno, tradisional, sampai saat ini yang aksara latin yang dianggap lebih praktis dan dianggap lebih mudah.

Kita batasi permasalahan aksara ini hanya tentang aksara kuno atau aksara asli daerah. Karena berdasarkan perkembangannya dan dapat kita saksikan selama ini, kelangsungan aksara asli suatu daerah mulai terpinggirkan dan seolah kita ikut menghilangkan sebuah kearifan lokal secara tidak langsung.

Salah satunya adalah aksara sunda. Aksara sunda adalah salah satu jenis aksara yang telah lahir dan tampil dalam peradaban manusia.aksara ini adalah hasil kreasi atau daya cipta manusia sunda.itu artinya aksara sunda dapat dipandang sebagai salah satu sumbangan terhadap peradaban umat manusia. Akan tetapi dalam perkembangannya saat ini, aksara sunda terpinggirkan. Dewasa ini aksara sunda hanya dikenal dan diajarkan hanya di lingkuangan perguruan tinggi saja. Tidak diawali di lembaga pendidikan yang paling dasar. Sehingga terjadi pemutusan proses penurunan sebuah kajian budaya yang berasal dari generasi sebelumnya.

Padahal aksara ini sudah dinyatakan sebagai aksara asli yang dilindungi kelangsungannya dan wajib untuk dilestarikan. Pada tahun 1996 pemerintah daerah tingkat I jawa barat telah menetapkan sebuah peraturan yaitu perda no.6 tentang pelestarian, pembinaan, dan pengembangan bahasa, sastra dan aksara sunda. Bahkan salah satu pasalnya yaitu pasal I huruf j menyatakan bahwa aksara sunda adalah sistem ortografi hasil kreasi masyarkat jawa barat yang meliputi aksara dan sistem pengaksaraan untuk bahasa sunda. Sedangkan fungsinya antara lain disebutkan dalam pasal 5 huruf a bahwa aksara sunda mempunyai fungsi sebagai lambang jatidiri dan kebanggan daerah. Akan tetapi dalam perkembangannya, perda no.6 tahun 1996 tersebut telah disesuaikan lagi dengan situasi dan kondisi saat ini menjadi peraturan daerah provinsi jawa barat no.5 tahun 2003 tentang pemeliharaan bahasa, sastra dan aksara daerah.


Sebagai salah satu kebudayaan yang telah berusia cukup lama, kebudayaan sunda telah mengenal tulisan atau aksara. Ini dapat dibuktikan dengan adanya peninggalan-peninggalan seperti prasasti, serta naskah-naskah. Hal ini merupakan bukti atau saksi bahwa dahulu pernah ada tradisi menulis di kalngan masyarakat sunda sejak masa lampau. Keadaan tersebut sekaligus membuktikan adanya kesadaran tinggi dari para pendahulu masyarakat sunda tentang pentinganya penyampaian informasi hasil ketajaman wawasan, pikiran, dan perasaan mereka berupa gagasan ,pengalaman, atau ide-ide yang mereka rekam melalui sarana bahasa dan aksara pada setiap kurun waktu yang dilaluinya (Ekadjati,1989:1).

Sejak zaman kerajaan tarumanegara, keahlian tulis menulis telah dikenal dan diketahui keberadaannya, yaitu sekitar abad ke 5M sebagai mana tampak pada prasasti-prasasti yang ditemukan. Akan tetapi , naskah-naskah belum ditemukan. Dugaan yang berkembang mungkin karena pada saat itu belum dikenal naskah, atau mungkin sudah hilangnya naskah akibat kerusakkan. Karena kita harus ingat bahwa pada saat itu, alas tulis naskah belum seperti sekarang. Alas tulis yang digunakan masih berupa daun, atau kulit. Dari penguraian diatas dapat kita ambil hipotesis awal bahwa aksara memang sangat erat hubungannya dengan keadaan suatu kebudayaan.

Lantas apa hubungannya dengan generasi baru sunda?

Generasi baru disini bukan hanya dalam artian remaja saja. Akan tetapi lebih pada konteks yang lebih luas. Karena pengertian generasi muda disini akan sangat kaku apabila kita hanya menyimpulkan bahwa generasi baru itu hanya pada lingkungan remaja saja. Generasi baru disini yaitu generasi masyarakat sunda setelah masyarakat sunda mengalami perkembangan dalam segala macam hal dibanding masyarakat sunda dahulu. Karena tidak dapat kita mungkiri bahwa salah satu penyebab lunturnya nilai-nilai budaya lokal sunda adalah akibat dari perkembangan yang tidak terkontrol baik akibat modernisme ataupun akibat dari globalisasi. Dan subyek yang terlibat langsung pada proses penghilangan secara tidak disadari itu adalah generasi baru ini.

Arus globalisasi dan modernisme kehidupan seolah telah membuat kita terbuai dengan keadaan yang serba praktis dan lebih mudah. Perkembangannya pun tidak hanya itu. Hal-hal yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman mulai ditinggalkan. Salah satu nya yaitu adalah aksara sunda itu sendiri. Ironis memang, salah satu konten dari khazanah budaya sunda mulai terpinggirkan.

Apabila kita cermati secara lebih arif dan bijaksana, sebenarnya permasalahan ini masih dapat kita raih jalan keluarnya. Jangan lantas kita hanya berpangku tangan saja tanpa mencari sebuah solusi cerdas yang dapat menuntaskan permasalahan ini. Susah-susah gampang memang, tapi saya amat yakin semua dapat terealisasi apabila seluruh elemen masyarakat berpartisipasi aktif dan penyelesaian permasalahan ini.

Salah satu caranya adalah mulai mengenalkan kembali jenis-jenis aksara sunda yang dulu pernah dikenal kepada masyarakat yang baru atau yang sudah mulai melupakan jenis-jenis aksara ini.seperti aksara pegon, sunda kuno, sunda, pra nagari, jawa kuno,dan cacarakan. Sosialisasinya harus meliputi seluruh jajaran masyarakat baik jajaran birokrat dan masyarakat, juga dilembaga yang bersifat formal maupun nonformal.

Dimulai dari jajaran birokrat sebagai pembuat kebijakan. Pemerintah sudah seharusnya ikut berperan aktif dalam usaha pelestarian, pengembangan dan pembinaan kebudayaan daerahnya. Karena dalam perkembangannya dewasa ini, suatu hal yang amat membuat kita tersentak adalah mulai hilanganya satu demi satu khazanah kebudayaan daerah. Oleh sebab itu diperlukan segera langkah penanganan secara wajar dan konsepsional. Bahwa khazanah kebudayaan asli daerah seyogyanya tidak dihambat kehidupannya , melainkan hendaknya diberi kesempatan , bahkan ditunjang upaya pelestarian, pembinaan, dan pengembangannya. Karena upaya tersebut akan memperkaya khazanah kebudayaan daerah asal dan secara tidak langsung juga memperkaya khazanah budaya bangsa. Birokrat sudah selayaknya membuat kebijakan-kebijakan agar masyarakat mengenal kembali aksara asli daerahnya. Baru setelah itu kebijakan-kebijakan tersebut diperkenalkan kepada masyarakat luas. Langkah ini akan lebih baik apabila diikuti dengan proses sosialisasi dan pelatihan-pelatihan tentang aksara serta kebudayaan daerah. Sehingga masyarakat akan ingat dan menyadari bahwa kebudayaan aslinya merupakan yang terbaik dibanding budaya-budaya baru.

Selain itu, pengajaran tentang aksara daerah serta muatan lokal budaya daerah sudah selayaknya digalakan kembali. Lembaga-lembaga pendidikan sudah sepatutnya turut serta dalam proses pelestarian aksara daerah. Jangan sampai karena alih-alih efisiensi waktu serta karena dianggap kurang diperlukan, pendidikan tentang budaya daerah dihilangkan. Sangat ironis apabila lembaga pendidikan yang sepatutnya adalah salah satu tempat untuk mempelajari studi-studi tentang kebudayaan malah menghilangkan pengajaran tentang kebudayaan daerah.

Karena jika bukan masyarakat sunda yang turun langsung dalam proses pelestarian aksara asli daerahnya, lantas siapa lagi. harus kita garis bawahi dan perhatikan , penampilan khazanah kebudayaan yang bernilai tinggi ternyata telah memperkuat jatidiri para pendukungnya, menjadi suatu kebanggaan, serta memperkaya khazanah dan memberi kebahagiaan terhadap umat manusia pada umumnya. Karena itu proses penggalian dan sosialisasi sebuah harta kebudayaan yang lama terpendam dan tinggi nilainya akan berdampak positif dan amat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.